AGAMA DAN MASYARAKAT
( Toleransi Beragama )
PENGERTIAN TOLERANSI
Toleransi berasal dari kata ”tolerare” yang berasal
dari bahasa latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian
toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak
menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap
tindakan yang orang lain lakukan.
Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks
sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya
sikap diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat
diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi
beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan
keberadaan agama-agama lainnya.
Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan
definisi “kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi
seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik
mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum liberal maupun konservatif.
Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat
yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia
yang beragama lain.
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila
pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing
adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama
juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang
berlainan akan terbina kerukunan hidup.
AGAMA di INDONESIA
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk
diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan
“menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam
agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan
yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih
dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam
hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak
langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi
pendorong utama keanekaragaman agama dankultur di dalam negeri dengan pendatang
dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah
berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di
Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1
Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1,
“Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
- Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
- Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram danMajapahit.
- Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
- Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
- Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonialBelanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
- Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
TOLERANSI BERAGAMA di
INDONESIA
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kerukunan
hidup antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin
bangsa Indonesia terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah
agama. Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat
menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta
suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam
melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinannya melalui toleransi
diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban serta keaktifan menjalankan ibadah
menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan
saling menghormati itu akan terbina kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.
Nilai kehidupan toleransi beragama di tanah air
baik-baik saja. Semua umat beragama bebas beribadah sesuai dengan agamanya
masing-masing. Warga Kristiani tidak dilarang beribadah di gereja, orang Hindu
aman-aman saja melakukan Nyepi, kaum muslimin merasakan aura puasa ketika
Ramadhan datang, dan lain-lain. Di daerah Aceh atau Sumatera Barat, gereja-gereja
di sana berdiri dengan aman dan pada hari minggu warga kristiani melakukan
ibadah di gereja tanpa perlu khawatir diganggu. Di Manado, suara adzan bergema
setiap waktu shalat tiba dan orang Islam shalat di masjid tanpa gangguan.
Bila ada masalah dalam kehidupan umat beragama itu
wajar, gesekan antar umat beragama pasti tidak bisa dielakkan sebagai
konsekuensi hidup berdampingan. Bangsa Indonesia sudah terbiasa hidup
berdampingan dengan warga yang berbeda agama, bahkan dalam satu keluarga bisa berbeda
keyakinan.
Indonesia sudah sangat toleran dalam kehidupan
beragama, bahkan seharusnya menjadi model toleransi yang bagus bagi negara
lain. Di negara mana yang hari besar semua agama dijadikan hari libur nasional
selain Indonesia. Meskipun rakyat Indonesia mayoritas beragama Islam, namun
hari Jumat bukan hari libur, justru hari minggu yang merupakan hari libur
sehingga saudara kita yang beragama Nasrani bisa beribadah ke gereja dengan
tenang (ini sebaliknya di Arab Saudi
dimana hari Jumat adalah hari libur dan hari minggu tetap hari kerja). Di
Amerika sendiri sebagai negara kampiun demokrasi Hari Raya Idul Fitri bukan
hari libur nasional, juga di Inggris, Jerman, dan Perancis yang banyak jumlah
umat Islamnya. Di Swiss ada larangan pembangunan menara masjid, di Perancis ada
larangan memakai burqa (tapi burqa atau
cadar bukan ajaran Islam melainkan budaya bangsa Arab).
Apa yang terjadi pada kasus GKI Yasmin belum lama
ini juga menimpa pembangunan masjid di kawasan yang minoritas Islam, misalnya
di Bali, Kupang (NTT), Manokwari (Papua), dan lain-lain. Pembangunan masjid
tidak mudah dan ditentang warga yang mayoritas beragama lain, bahkan ada yang
dibakar seperti di Sumatera Utara.
Persoalan mendirikan rumah ibadah bukan masalah
intoleransi beragama atau menjalankan ibadah agama, tetapi masalah perizinan
warga sekitar serta Pemerintah Daerah. Kita harus membedakan kebebasan beragama
dengan kebebasan mendirikan rumah ibadah. Mendirikan rumah ibadah tidak bisa
bebas begitu saja, tetap ada aturan yang harus ditaati. Memang masalah
mendirikan bangunan rumah ibadah ini selalu terjadi di mana-mana, tidak hanya
di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Di Amerika dan di Eropa yang dikenal
sebagai negeri yang menjunjung demokrasi pun mendirikan masjid sangat sulit perizinannya,
bahkan warganya tetap merasa tidak nyaman dengan pembangunan masjid di
lingkungannya.
Masalah pendirian rumah ibadah ini memang harus
diselesaikan sebagai PR bersama
dengan tetap berpegang pada aturan. Komunitas beragama seharusnya tidak memaksakan
kehendak membangun rumah ibadah apabila warga sekitar keberatan. Hal yang sama
juga telah dimaklumi oleh kaum muslimin di daerah yang Islamnya minoritas
dengan tidak “bernafsu” mendirikan
masjid setelah ditolak oleh warga sekitar.
Sekarang sudah tidak tepat lagi menggunakan istilah
mayoritas dan minoritas. Suatu agama mayoritas di suatu daerah tetapi minoritas
di daerah lain. Ketika menjadi mayoritas maka hukum demokrasi berlaku yaitu
mengikuti suara terbanyak. Di Papua atau Sulawesi Utara misalnya para pejabat
Pemerintahan Daerah didominasi oleh orang yang beragama Nasrani, sebaliknya di
Sumatera Barat pejabat Pemerintah Daerah mayoritas muslim. Yang penting asas
proporsionalitas tetap terwakili dalam semua aspek. Keseimbangan itu perlu
dijaga untuk menghasilkan harmoni kehidupan yang damai.
Jadi
toleransi dalam kehidupan di masyarakat antara lain, yaitu:
- Adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama.
- Tidak membeda-bedakan suku, ras atau golongan.
Adapun
toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain:
- Merasa senasib sepenanggungan.
- Menciptakan persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan atau nasionalisme.
- Mengakui dan menghargai hak asasi manusia.
- Membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan.
- Menghindari Terjadinya Perpecahan
- Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
MANFAAT TOLERANSI HIDUP BERAGAMA
- Menghindari Terjadinya Perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi
perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu
kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial.
Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya
berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.
- Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama
adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga
hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat
menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk
bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor
penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya
bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan
sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran
dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya
toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan
menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman,
dan kesejahteraan.
KESIMPULAN
Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku
yang mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, pemeluk agama dan menganut
kepercayaan yang berbeda-beda. Kita perlu membina persatuan dan kesatuan dalam
wadah Negara Kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Masyarakat Indonesia memeluk agama dan keyakinan
yang berbeda-beda, akan tetapi semua agama mengajarkan kepada setiap umatnya
untuk saling menghormati, bekerja sama serta sikap toleransi agar dapat
terciptanya kerukunan hidup. Konsekuensi toleransi hidup beragama adalah setiap
pemeluk agama menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap
saling terbuka untuk bekerjasama dan saling bantu dalam usaha-usaha pembangunan
di segala bidang.
Secara kodrati manusia di samping mempunyai
kekuatan, juga dilengkapi dengan kelemahan-kelemahan, selain mempunyai kemampuan
juga keterbatasan. Manusia memiliki sifat yang baik dan sifat yang kurang baik.
Demi kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya manusia perlu mendapat bantuan
atau bekerjasama dengan manusia lain dalam masyarakat, sebab itu manusia hanya
akan mempunyai arti apabila hidup bersama-sama dengan manusia lainnya di dalam
masyarakat.
Ditulis oleh :
Ichsan Perdana Putra
54413193
Daftar Pustaka
Id.wikipedia.org/wiki/Toleransi.
okezone.com//Toleransi beragama
rinaldimunir.wordpress.com/2012/06/05/masalah-intoleransi-beragama-di-indonesia